Senin, 13 Desember 2010

adiwyata & kalpataru


Tentang adiwiyata

http://ima.dada.net/image/halfcol/16663805.jpg
ADIWIYATA adalah program terhadap sekolah yang mewujudkan sekolah berwawasan dan peduli lingkungan
Apa Itu ADIWIYATA ?

Adiwiyata mempunyai pengertian atau makna: Tempat yang baik dan ideal dimana dapat diperoleh segala ilmu pengetahuan dan berbagai norma serta etika yang dapat menjadi dasar manusia menuju terciptanya kesejahteraan hidup dan menuju kepada cita-cita pembangunan berkelanjutan.

TUJUAN PROGRAM ADIWIYATA
Menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah untuk menjadi tempat pembelajaran dan penyadaran warga sekolah, sehingga di kemudian hari warga sekolah tersebut dapat turut bertanggung jawab dalam upaya-upaya penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan.

Kegiatan utama diarahkan pada terwujudnya kelembagaan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan bagi sekolah dasar dan menengah di Indonesia. Disamping pengembangan norma-norma dasar yang antara lain: kebersamaan, keterbukaan, kesetaraan, kejujuran, keadilan, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya alam. Serta penerapan prinsip dasar yaitu: partisipatif, dimana komunitas sekolah terlibat dalam manajemen sekolah yang meliputi keseluruhan proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi sesuai tanggung jawab dan peran; serta berkelanjutan, dimana seluruh kegiatan harus dilakukan secara terencana dan terus menerus secara komperensif.

INDIKATOR DAN KRITERIA PROGRAM ADIWIYATA

A. Pengembangan Kebijakan Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan

Untuk mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan maka diperlukan beberapa kebijakan sekolah yang mendukung dilaksanakannya kegiatan-kegiatan pendidikan lingkungan hidup oleh semua warga sekolah sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Program Adiwiyata yaitu partisipatif dan b e r k e l a n j u t a n .

Pengembangan kebijakan sekolah tersebut antara lain:
1. Visi dan misi sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan.
2. Kebijakan sekolah dalam mengembangkan pembelajaran pendidikan lingkungan hidup.
3. Kebijakan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (tenaga kependidikan dan
non-kependidikan) di bidang pendidikan lingkungan hidup.
4. Kebijakan sekolah dalam upaya penghematan sumber daya alam.
5. Kebijakan sekolah yang mendukung terciptanya lingkungan s e k o l a h yang bersih dan sehat.
6. Kebijakan sekolah untuk pengalokasian dan penggunaan dana bagi kegiatan yang terkait dengan
masalah lingkungan hidup.

B. Pengembangan Kurikulum Berbasis Lingkungan
Penyampaian materi lingkungan hidup kepada para siswa dapat dilakukan melalui kurikulum secara terintegrasi atau monolitik. Pengembangan materi, model pembelajaran dan metode belajar yang bervariasi, dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang lingkungan hidup yang dikaitkan dengan persoalan lingkungan sehari-hari (isu local).

Pengembangan kurikulum tersebut dapat dilakukan antara lain:
1. Pengembangan model pembelajaran lintas mata pelajaran.
2. Penggalian dan pengembangan materi dan persoalan lingkungan hidup yang ada di masyarakat sekitar.
3. Pengembangan metode belajar berbasis lingkungan dan budaya.
4. Pengembangan kegiatan kurikuler untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran siswa tentang lingkungan hidup.

C. Pengembangan Kegiatan Berbasis Partisipatif
Untuk mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan, warga sekolah perlu dilibatkan dalam berbagai aktivitas pembelajaran lingkungan hidup. Selain itu sekolah juga diharapkan melibatkan masyarakat disekitarnya dalam melakukan berbagai kegiatan yang memberikan manfaat baik bagi warga sekolah, masyarakat maupun lingkungannya.

Kegiatan-kegiatan tersebutantara lain:
1. Menciptakan kegiatan ekstra kurikuler/kurikuler di bidang lingkungan hidup berbasis patisipatif di sekolah.
2. Mengikuti kegiatan aksi lingkungan hidup yang dilakukan oleh pihak luar.
3. Membangun kegiatan kemitraan atau memprakarsai pengembangan pendidikan lingkungan hidup di sekolah.

D. Pengelolaan dan atau Pengembangan Sarana Pendukung Sekolah
Dalam mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan perlu didukung sarana dan prasarana yang mencerminkan upaya pengelolaan lingkungan hidup, antara lain meliputi:

1. Pengembangan fungsi sarana pendukung sekolah yang ada untuk pendidikan lingkungan hidup.
2. Peningkatan kualitas penge-lolaan lingkungan di dalam dan di luar kawasan sekolah.
3. Penghematan sumberdaya alam (listrik, air, dan ATK).
4. Peningkatan kualitas pelayanan makanan sehat.
5. Pengembangan sistem pengelolaan sampah.

PENGHARGAAN ADIWIYATA
Pada dasarnya program Adiwiyata tidak ditujukan sebagai suatu kompetisi atau lomba. Penghargaan Adiwiyata diberikan sebagai bentuk apresiasi kepada sekolah yang mampu melaksanakan upaya peningkatan pendidikan lingkungan hidup secara benar, sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Penghargaan diberikan pada tahapan pemberdayaan (selama kurun waktu kurang dari 3 tahun) dan tahap kemandirian (selama kurun waktu lebih dari 3 tahun).

Pada tahap awal, penghargaan Adiwiyata dibedakan atas 2 (dua) kategori, yaitu:
1. Sekolah Adiwiyata adalah, sekolah yang dinilai telah berhasil dalam melaksanakan Pendidikan Lingkungan Hidup.
2. Calon Sekolah Adiwiyata adalah. Sekolah yang dinilai telah berhasil dalam Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup.

Pada tahun 2007 kuesioner yang diterima oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup dari seluruh Indonesia sebanyak 146 sekolah yang berasal dari 17 propinsi. Setelah melalui tahaptahap seleksi penilaian, maka ditetapkanlah 30 sekolah sebagai calon model sekolah Adiwiyata tahun 2007. Sedangkan 10 sekolah yang telah terseleksi sebelumnya di tahun 2006 (meliputi ruang lingkup Pulau Jawa) ditetapkan sebagai sekolah penerima penghargaan Adiwiyata sesuai dengan kategori pencapaiannya.

TATA CARA PENGUSULAN CALON PENERIMA PENGHARGAAN ADIWIYATA
Setiap Sekolah dapat diajukan oleh Pemerintah Daerah sebagai calon Sekolah Adiwiyata sesuai dengan kuota yang ditetapkan oleh Kantor Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

Pengajuan calon sebagaimana dimaksud diatas dilakukan dengan mengisi kuesioner dan menyertai lampiran yang diperlukan sesuai dengan formulir yang telah disediakan oleh Kantor Negara Lingkungan Hidup.

Calon sekolah Adiwiyata dan sekolah Adiwiyata akan diteliti lebih lanjut oleh Dewan Pertimbangan Adiwiyata.

Penerima penghargaan calon dan sekolah Adiwiyata ditetapkan dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup.

MEKANISME PENILAIAN PROGRAM ADIWIYATA
Pada dasarnya peluang mengikuti program Adiwiyata terbuka bagi seluruh sekolah di tanah air Indonesia. Mengingat keterbatasan yang ada dan kepentingan dari semua pihak terkait, maka dalam proses seleksi dan peni laian, Kementerian Negara Lingkungan Hidup dibantu oleh berbagai pihak, antara lain: Pemerintah Daerah setempat (dalam hal ini dikoordinir oleh BPLHD/Bapedalda Propinsi), bekerja sama dengan Dinas Pendidikan setempat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Akademisi dan pihak swasta lainnya.

Tim Penilai Adiwiyata pun terdiri dari berbagai pemangku kepentingan yaitu: Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Departemen Pendidikan Nasional, LSM yang bergerak di bidang lingkungan, Jaringan Pendidikan Lingkungan, Perguruan Tinggi, Swasta dll. Sedangkan Dewan Pengesahan Adiwiyata terdiri dari Pakar Lingkungan, Pakar Pendidikan Lingkungan, wakil dari Perguruan Tinggi dlsbnya.

http://ima.dada.net/image/medium/16663796.jpg

Gambar : Mekanisme Proses Seleksi Adiwiyata

Tentang kalpataru

K A L P A T A R U
KALPATARU berasal dari kata kalpa yang berarti
kehidupan, dan taru yang berarti pohon. Secara
utuh bermakna sebagai pohon kehidupan yang
mencerminkan tatanan lingkungan yang serasi,
selaras dan seimbang yang diidamkan. Untuk
mendorong dan meningkatkan peran masyarakat
dalam pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah
melalui Kementerian Negara Lingkungan Hidup
sejak tahun 1980 memberikan penghargaan
lingkungan bernama KALPATARU. Penghargaan
diberikan kepada masyarakat baik secara
perorangan maupun kelompok yang telah
memberikan sumbangsihnya pada upaya
pelestarian fungsi lingkungan. Melalui pemberian
insentif ini, diharapkan inisiatif masyarakat dalam
melestarikan fungsi lingkungan semakin
berkembang, khususnya dalam menanggulangi
permasalahan lingkungan di sekitarnya.
KALPATARU berasal dari kata kalpa yang berarti kehidupan, dan taru yang berarti pohon.
Secara utuh dimaknai sebagai pohon kehidupan yang mencerminkan tatanan lingkungan
yang serasi, selaras dan seimbang yang diidamkan. Lambang Kalpataru diadopsi dari relief
yang terdapat pada dinding Candi Mendut dan Candi Prambanan yang merefleksikan
harmonisasi antara hutan, tanah, air, udara dan makhluk hidup. Nilai-nilai kearifan yang
terkandung pada kegiatan para penerima Kalpataru perlu disebarluaskan kepada masyarakat
luas. Bahkan perlu direplikasikan sebagai model pengelolaan lingkungan hidup yang
berkelanjutan dan berbasis pada kearifan tradisional. Penghargaan Kalpataru terdiri dari
empat kategori, yaitu (i) Perintis Lingkungan, (ii) Pengabdi Lingkungan, (iii) Penyelamat
Lingkungan, dan (iv) Pembina Lingkungan. Kategori Perintis Lingkungan diperuntukkan bagi
seseorang bukan pegawai negeri dan bukan tokoh organisasi formal, yang secara luar biasa
berhasil merintis pengembangan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup, selain itu kegiatan
yang dilakukan bersifat sama sekali baru bagi daerahnya.
Kategori Pengabdi Lingkungan diperuntukkan bagi petugas lapangan atau pegawai negeri
yang mengabdikan diri pada usaha pelestarian lingkungan dan telah jauh melampaui tugas
pokok dan fungsinya (beyond the call of duty), di antaranya adalah: PNS, TNI/Polri, Petugas
Lapangan Penghijauan, Petugas Penyuluh Lapangan, Petugas Lapangan Kesehatan,
Jagawana, Penjaga Pintu Air, dll. Kategori Penyelamat Lingkungan diperuntukkan bagi
kelompok masyarakat yang secara bersamasama berhasil melakukan upaya penyelamatan
fungsi lingkungan hidup. Kategori Lingkungan diperuntukkan bagi pengusaha atau tokoh
masyarakat yang mempunyai prakarsa dan pengaruh untuk membangkitkan kesadaran dan
peran masyarakat guna melestarikan fungsi linkgungan hidup.
Calon penerima Kalpataru sekurang-kurangnya harus memenuhi persyaratan umum yang
antara lain adalah: (i) kegiatan yang dilakukan atas prakarsa atau inisiatif sendiri, (ii) telah
menunjukkan dampak positif pada pelestarian lingkungan hidup, (iii) berdampak
membangkitkan kesadaran masyarakat sekitarnya, dan (iv) minimal telah dilakukan selama 5
tahun dan telah ditiru oleh orang atau kelompok lain. Calon dapat diusulkan oleh perorangan
atau kelompok, misalnya pers, organisasi swadaya masyarakat, institusi pemerintah, pejabat,
swasta, dan masyarakat luas. Melalui mekanisme dalam Dewan Pertimbangan yang
mempunyai otoritas independent, usulan yang disampaikan kepada Menteri Negara
Lingkungan Hidup dinilai dan kemudian perorangan atau kelompok yang layak menerima
penghargaan Kalpataru ditentukan. Hingga Tahun 2005, jumlah penerima penghargaan
Kalpataru sebanyak 217 orang/kelompok, yang terdiri dari 61 orang Perintis Lingkungan, 56
orang Pengabdi Lingkungan, 70 kelompok Pengabdi Lingkungan, dan 30 orang Pembina
Lingkungan. Sedangkan di tahun 2006, jumlah kandidat yang diterima Kementerian Negara
Lingkungan Hidup sebanyak 137 calon, terdiri dari 46 orang calon Perintis Lingkungan, 19
orang calon Pengabdi Lingkungan, 45 kelompok calon Penyelamat Lingkungan, dan 27 orang
calon Pengabdi Lingkungan. Melalui mekanisme penilaian oleh Dewan Pertimbangan, telah
dilakukan peninjauan lapangan terhadap 20 calon yang dinominasikan sebelum diputuskan
11 orang/kelompok yang layak memperoleh penghargaan.
Penerima penghargaan Kalpataru tahun ini terdiri dari 3 orang Perintis Lingkungan, 2 orang
Pengabdi Lingkungan, 3 kelompok Penyelamat Lingkungan, dan 3 orang Pembina
Lingkungan.
Penghargaan KALPATARU tahun 2006 diberikan kepada :
KATEGORI PERINTIS LINGKUNGAN, diberikan kepada seseorang, bukan pejabat atau
petugas pemerintah, bukan tokoh dari organisasi formal dan pengusaha, namun telah
berhasil melakukan usaha luar biasa dan merupakan hal baru bagi daerahnya dalam rangka
pengembangan dan pelestarian fungsi lingkungan, terdiri dari :
1. Samuel Ngongo Lewu, Desa Tenggaba Kecamatan, Wewewa Timur, Kabupaten Sumba
Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur;
2. H. Abidin Moestakim, Desa Kayangan, Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Barat,
Provinsi Nusa Tenggara Barat;
3. Wayan Sutiari Mastoer, Jalan Rungkut Asri Tengah XIX Nomor 1, Kelurahan
Rungkut Kidul, Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur.
WAYAN SUTIARI MASTOER
Daur Ulang Sampah
Sampah menjadi masalah klasik perkotaan seperti Surabaya. Namun demikian,
walaupun terkesan kotor, berbau, tidak berguna, dan sumber penyakit, namun sebagian
di antaranya dapat dimanfaatkan menjadi berbagai produk seni yang bernilai ekonomis
tinggi, seperti bunga kering. Wayan Sutiari Mastoer adalah salah satu warga yang peduli
pada kebersihan kota dan ingin memanfaatkan sampah menjadi barang yang berguna.
Berbekal pengalaman yang diperoleh dari lingkungan keluarga di Bali, ia berhasil
menciptakan kreasi seni dari sampah.
Kegiatan Ibu Wayan memang tidak dilakukan sendirian. Ia dibantu oleh pegawai dan
anggota keluarganya guna mengumpul bahan berupa sisa-sisa tumbuhan, dan sampah
anorganik. Barang-barang tersebut dibersihkan, dikeringkan dan dijadikan hiasan berupa
bunga kering, hiasan dinding, bros, giwang dan sebagainya. Hasil kerajinan, Ibu Wayan
telah menembus tempat-tempat bergengsi, seperti ruang-ruang tamu. Dari sampah ikan
dan sisa-sisa tumbuhan, diubah menjadi kreasi seni yang amat menarik, berharga dan
diminati oleh para remaja atau pecinta bunga, serta masyarakat lokal dan internasional
Tidak terhitung banyaknya hasil seni Ibu Wayan , dan tidak terhitung pula banyaknya
sampah yang telah dipungut dari kebun, pusat-pusat permukiman dan pasar. Tidak
diketahui pula jumlah pencinta bunga kering yang telah dibina berhasil mengikuti jejaknya.
Sejak tahun 1997, ia telah melakukan sosialisasi dan diseminasi melalui media massa
tentang pemanfaatan sampah rumah tangga dan industri sebagai bahan bunga kering.
Wanita yang aktif sebagai bendahara POPRI (Perkumpulan Olahraga Pernapasan
Indonesia) ini tidak ada henti-hentinya untuk mendemonstrasikan dan melatih
masyarakat sekitar. Ibu Wayan bisa bangga dengan bunga kering hasil karyanya yang
diminati oleh banyak kalangan hingga Bali dan mancanegara. Di sisi lain ia juga bangga
bahwa telah ikut berperan dalam membuka lapangan kerja. Namun yang penting baginya
adalah berperan dalam menjaga kebersihan lingkungan. Secara pribadi, kegemarannya
yang terbangun sejak kecil, yaitu cinta alam, dapat terwujud di pada masa pensiun tua.
“Sejak masa kecil saya telah mencintai alam dan mengagumi kebesaran penciptaNya.
Setelah tua justru semakin mencintai alam dan berbuat sesuatu untuk menjaga
kelestariannya. Saya rasa adalah saya orangnya yang mempunyai kegemaran untuk
mengusahakan agar sampah-sampah dibuat lebih indah”, demikian akunya.
KATEGORI PENGABDI LINGKUNGAN, penghargaan KALPATARU kategori Pengabdi
Lingkungan diberikan kepada petugas lapangan dan atau pegawai negeri yangmengabdikan
diri dalam usaha pelestarian fungsi lingkungan hidup yang jauh melampaui tugas pokoknya,
terdiri dari :
1. Salim, Pulau Pramuka RT.004 RW.005, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan
Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta;
2. Agusdin, Jalan Sei Wain Nomor 24, Kelurahan Karang Joang, Kecamatan Balikpapan
Utara, Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur.
KATEGORI PENYELAMAT LINGKUNGAN, Penghargaan KALPATARU Kategori
Penyelamat Lingkungan diberikan kepada kelompok masyarakat yang berhasil melakukan
upaya-upaya penyelamatan terhadap fungsi lingkungan hidup, terdiri dari :
1. Komunitas Anak Dalam Air Hitam Bukit Duabelas, Desa Pematang Kabau,
Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi;
2. Kelompok Tani Murakapi, Desa Jabung, Kecamatan Panekan, Kabupaten
Magetan, Provinsi Jawa Timur;
3. Club Pencinta Alam Hirosi, Jalan Kemiri I RT 02 RW VII, Desa Hinekombe,
Kecamatan Sentani, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua.
KELOMPOK TANI MURAKAPI
Sukses membanguin Wanatani
Desa Jabung merupakan desa swasembada, yang relatif makmur sehingga tidak ada
penduduk yang menderita busung lapar, mal nutrisi. Masyarakatnya hidup rukun, damai
dan harmonis. Kondisi ekonomi masyarakat cukup baik. Air bersih dari 7 sumber mata air
mengalir sepanjang tahun melintasi sela-sela kebun yang hijau. Rumah-rumah tertata
dengan baik dan dipenuhi oleh pepohonan yang hijau dan rindang yang memberi
kesejukan bagi penghuninya. Berbagai aktivitas ekonomi bertumpu pada kondisi
lingkungan, seperti berternak, berkebun, memelihara ikan kolam, beternak lebah,
kertajinan anyaman bambu, usaha mebel, dan lain-lain.
Sekitar tahun 70-an, kehidupan masyarakat desa ini diwarnai dengan pemanfaatan hasil
hutan berupa kayu. Seiring dengan berjalannya waktu, hutan yang semula terhampar
luas lama-kelamaan menyusut. Akibatnya terbentuk lahan kritis dan berdampak pada
mengeringnya sumber mata air. Melihat keadaan desa yang selalu dilanda kekeringan,
dan sewaktu-waktu terancam bencana longsor , membuat beberapa tokoh dan pemuka
masyarakat setempat tergerak hatinya untuk segera melakukan penyelamatan
lingkungan.
Adalah Surat, nama seorang petani yang lahir pada tanggal 1 April 1954 dan hanya
sempat mengenyam pendidikan Sekolah Dasar ini, bersama penduduk desa yang
mayoritas petani ini, sekitar tahun 1973 melakukan musyawarah membentuk wadah yang
diberi nama Kelompok Tani MURAKAPI. Kelompok dikukuhkan dan resmi berdiri pada
tanggal 22 Juni 1981.
Sejak saat itu, berbagai kegiatan dilakukan terutama untuk mengatasi lahan kritis dengan
menanam di lahan hutan rakyat seluas sekitar 95 ha. Berbagai pohon penghijauan yang
ditanam antara lain: sengon, mahoni, mindi, jati, bambu, petai, rambutan, melinjo, alpokat
dan tanaman perkebunan, seperti kopi, cengkeh, kelapa, yang sesuai dengan kaidah
konservasi dengan tanaman teras rumput gajah dan janggelan. Sulitnya mendapatkan air
mendorong warga bergotong-royong melakukan penghijauan. Didahului dengan
pembuatan teras, lahan ditanami rumput gajah, bambu, dan tanaman keras lainnya.
Pekerjaan ini dilakukan pula di bantaran pinggir sungai untuk memperkuat bantaran dan
mengurangi erosi.
Upaya meningkatkan kepedulian dan kesadaran masyarakat ditempuh melalui
pertemuan rutin kelompok tani dengan memberikan contoh secara nyata di lapangan.
Warga tidak hanya diajak mengandalkan tanaman yang ada tetapi dengan menanam
berbagai jenis tumbuhan, termasuk empon-empon di bawah tegakan pohon.
Meningkatnya kesadaran masyarakat berdampak pada perbaikan kualitas lingkungan.
Lingkungan yang baik memberi kesejahteraan bagi penduduk Desa Jabung, rimbunan
pepohonan hijau memunculkan tujuh sumber air bersih yang mengalir sepanjang tahun.
Ratusan rumpun bambu telah dipanen oleh 300 orang warga untuk dijadikan bahan
kerajinan. Hutan rakyat juga menjadi tempat yang baik untuk berternak lebah madu.
Lebih dari 390 kotak lebah madu berkualitas tinggi telah dihasilkan, 10 hektar emponempon
siap dipanen, 95 hektar kebun buah dipanen setiap musim, 300 ekor sapi dan 150
ekor kelinci turut menambah penghasilan warga.
Untuk melestarikan 7 buah sumber mata air, dengan penanaman sekitar sumber berupa
beringin, bulu, ficus, mahoni dan bendo. Melimpahnya bambu telah mendorong
perkembangan kerajinan anyaman dan produk lain berbahan bambu di desa ini. Kerja
keras Kelompok Tani MURAKAPI selama lebih kurang 32 tahun di bawah kepemimpinan
Bapak Surat ini, telah mampu meyelamatkan lahan kritis menjadi subur dan rindang,
sehingga memunculkan beberapa mata air baru dialirkan ke rumah-rumah penduduk
untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Selain itu, sumber mata air ini juga dimanfaatkan
oleh penduduk desa lain untuk pengairan sawah dan berbagai keperluan, lainnya,
bahkan menjadi sebagai baku air minum PDAM Kabupaten Magetan.
Hasil bumi yang melimpah dari jerih payah selama bertahun-tahun telah meningkatkan
perekonomian anggota kelompok yang berjumlah 64 KK dan masyarakat desa Jabung
pada umumnya. Keberhasilan Kelompok Tani MURAKAPI ini menjadi sumber ide bagi
beberapa desa sekitar untuk mencontoh apa yang telah dilakukan kelompok ini. Ini
membuktikan bahwa pendidikan Pak Surat dan kelompoknya yang paspasan bukanlah
penghalang untuk melakukan langkah penyelamatan alam yang dianugerahkan oleh
Sang Pencipta kepada masyarakat Desa Jabung, Kecamatan Panekan, Kabupaten
Magetan, Jawa Timur.
Mereka yakin “air adalah sumber kehidupan”. Oleh karena itu penyelamatan sumber air
adalah kunci keberhasilan kelompok tani ini. Bila sumber mata air dapat terselamatkan,
pohon-pohon akan tumbuh dengan subur, dan akhirnya akan membawa dampak
terhadap meningkatnya taraf hidup masyarakat.
KATEGORI PEMBINA LINGKUNGAN, Penghargaan Kalpataru Kategori Pembina
Lingkungan diberikan kepada tokoh masyarakat atau pengusaha yang berhasil melestarikan
fungsi lingkungan hidup dan mempunyai pengaruh dan prakarsa untuk membangkitkan
kesadaran lingkungan dan peran masyarakat guna melestarikan fungsi lingkungan hidup atau
berhasil menemukanteknologi baru yang ramah lingkungan, terdiri dari :
1. Anak Agung Gde Agung Bharata, S.H, Jalan Ngurah Rai No. 5-7, Desa Gianyar,
Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar Provinsi Bali;
2. dr. H. Jusuf Serang Kasim, Jalan Kalimantan Timur No. 1 RT V RW I, Kelurahan
Kampung I SKIP, Kecamatan Tarakan Tengah, Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan
Timur;
3. Dr. (HC) K.H. Abdul Ghofur, Pondok Pesantren Sunan Drajat, Jalan Raden Qosim
RT.08/02, Desa Banjarwati Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Provinsi
Jawa Timur.
Dr. (HC) KH ABDUL GHOFUR
Pesantren Ramah Lingkungan
Berawal dari keresahan masyarakat akibat banyaknya import paha ayam ke Indonesia,
KH. Abdul Ghofur mengetahui bahwa dalam paha ayam terkandugn residu bahan kimia
yang berbahaya bila dikonsumsi manusia. Namun residu itu ternyata dapat dinetralisir
dengan mengkonsumsi buah mengkudu. Buah mengkudu yang dianggap tidak berguna
selama ini hanya digemari oleh kaum ibu, ternyata mempunyai banyak manfaat. Hal
inilah yang kemudian mendorong KH.
Abdul Ghofur mengembangkannya. KH. Abdul Ghofur mulai mengembangakan
mengkudu sebanyak 250 bibit pohon di sekitar Pondok Pesantren. Buah yang diasulkan
kemudian diolah menjadi obat tradisional. Apa yang telah dilakukan ini mendapat
sambutan baik dari Bupati Lambongan yang menginginkan kotanya menjadi Kota
Mengkudu. Namun berbagai upaya yang telah dilakukan untuk meyakinkan masyarakat
tidak berhasil. Akhirnya KH. Abdul Ghofur diminta untuk membantu sosialisasi
penanaman mengkudu di Kota Lamongan.
Melalui pengajian, ceramah dan khotbah, masyarakat diajak untuk peduli pada
pelestarian lingkungan dengan memanfaatkan lahan kritis untuk ditanami mengkudu.
Peran pemimpin pondok pesantren ini terbuktu efektif. Saat ini di Kabupaten Lamongan
sudah terdapat 6 kelompok tani yang melakukan program penanaman mengkudu pada
area seluas 110 hektar.
Dengan semakin bertambah luasnya area dan bertambah banyak hasilnya, maka
muncullah persoalah baru, yaitu kelebihan hasil panen. Untuk mengantisipasi hal ini, KH
Abdul Ghofur menggagas pendirian pabrik pengolahan sari buah mengkudu yang mampu
menampung hasil panen, termasuk pemasaran hasil produksinya. Saat ini sari buah
mengkudu produksi Pondok Pesantren dengan merk “SUNAN” telah menjadi konsumsi
lokal, bahkan pasar Jepang dan Malaysia telah ditembus pula dengan merk “JAWA
NONI”. Selain itu, pabrik ini juga memasok kebutuhan pabrik pakan ternak di Jawa Timur.
KH. Abdul Ghofur mengajarkan untuk selalu menggunakan pupuk organik dalam
memelihara tanaman karena selain tanaman subur, buah yang dihasilkan tidak
mengandung residu bahan kimia yang berbahaya. Kepada masyarakat diajarkan untuk
membuat pupuk organik sendiri dengan bahan yang berasal dari limbah mengkudu dan
kotoran sapi, eceng gondok, sabut kelapa, phosfat dan sisa hasil tangkapan ikan. Selain
itu, Pondok Pesantren Sunan Drajat juga memiliki pabrik pupuk yang terletak sekitar 750
meter dari lokasi pondok.
Pemimpin Pondok Pesantren yang tidak hanya aktif di dunia pendidikan dan linkgungan
ini juga peduli pada pemberdayaan ekonomi kerakyatan terutama petani, buruh dan
nelayan. Hal ini dibuktikan dengan dibentuknya Badan Koordinasi Perekonomian Pondok
Pesantren Sunan Drajat yang berkonsentrasi pada pengelolaan unit koperasi sari buah
mengkudu, pupuk organik, pembukaan lahan, peternakan, bordir dan konvensi dan
kegiatan ekonomi lainnya. Tujuan dari semua ini adalah untuk memperkuat
perekonomian masyarakat kelas menengah ke bawah terutama yang bertempat tinggal di
linkgungan pesantren.
Perjuangan KH. Abdul Ghofur yang senantiasa bermitra dengan unsur pemerintah dan
lembaga masyarakat akhirnya mendapat pengakuan dengan diangkatnya beliau menjadi
Ketua Umum Forum Komunikasi Pondok Pesantren Berbasis Agribisnis Pusat, Dewan
Penasehat Kelompok Usaha Bersma Agribisnis Mengkudu (KUBA) dan Dewan
Penasehat Kelompok Usaha Bersama Agribisnis Peternakan. Dengan kedudukan dan
peran yang strategis itu, KH. Abdul Ghofur selain sebagai tokoh agama, juga menjadi
agen pembaharu bagi terciptanya pembangunan berkelanjugan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar